Penulis
: S. Takdir Alisjahbana
Penerbit
: Dian Rakyat
Tahun
terbit
: 1993 (Cet ke-13)
Jumlah
halaman : 116
Tema
: Kehidupan seseorang yang tak pernah putus dirundung malang
Dua anak yatim piatu mengalami cobaan silih
berganti. Banyak orang yang tidak peduli atau pun menolong. Mereka hanya
berjuang berdua. Sampai akhirnya sang adik perempuan meninggal, sang kakak jadi
makin tertekan dan lemah, dan pada akhirnya juga meninggal dunia.
Sebuah keluarga tidak mempunyai seorang ibu,
hanya ada seorang ayah dan dua orang anak yang sudah menjadi piatu. Anak
laki-laki bernama Mansur dan yang perempuan bernama Laminah.
Keluarga miskin ini berada di Dusun Ketahun
di Bengkulu. Cobaan kembali datang pada Mansur dan Laminah ketika ayah mereka
juga meninggal. Sekarang kedua anak tersebut menjadi yatim piatu dan tidak
mempunyai harta sama sekali.
Setelah itu mereka diasuh oleh bibi yang
bernama Jepisah. Bibi mereka selalu bersikap baik terhadap mereka. Pertama kali
saat mereka tinggal bersama Jepisah, mereka diperlakukan seperti anak sendiri
oleh Jepisah dan suaminya yang bernama Madang.
Tapi sayang, setelah beberapa hari kemudian
mereka kembali harus merasakan pahitnya kehidupan. Suami Jepisah mulai berbuat
yang tidak baik terhadap mereka. Madang sering mengeluarkan kata-kata keras dan
kasar kepada mereka, bahkan memukul atau menendang. Sementara bibi Jepisah
sangat menyayangi mereka berdua.
Mansur dan Laminah tetap bersabar sampai
akhirnya sebuah kesalah pahaman menjadikan mereka harus pergi meninggalkan bibi
yang sangat mereka sayangi itu. Mereka lalu menginap di tempat Datuk Halim dan
istrinya yang bernama Seripah.
Keadaan mereka saat itu lebih baik. Mereka
diperlakukan seperti seorang yatim piatu yang memang benar-benar harus
disayangi dan dikasihi. Namun karena merasa sudah sangat merepotkan, mereka
berdua berencana untuk pergi merantau ke kota Bengkulu dan meninggalkan Dusun
Ketahun.
Setalah tiba di kota Bengkulu, tepatnya di
kampung Cina, mereka dipekerjakan oleh seorang toke yang memiliki sebuah toko
Roti. Dalam beberapa tahun mereka hidup dengan tenang disana.
Tapi ketenangan mereka kembali terganggu
setelah datangnya seorang pegawai baru di toko itu yang bernama Sarmin. Sikap
Sarmin sangat menakutkan. Bandannya kekar berotot. Laminah merasa sangat
terganggu akan keberadaan Sarmin.
Seringkali Laminah harus menangis tersedu
karena rasa takutnya terhadap Sarmin. Oleh karena itu, Mansur bertekad memberi
peringatan terhadap Sarmin. Perkelahian pun tidak dapat dihindari lagi.
Lalu Mansur beserta adiknya memutuskan untuk
mencari pekerjaan ditempat lain. Tanpa disangka mereka pun kembali merasakan
kejamnya kehidupan.
Mansur harus di bawa ke kantor polisi dan
terpaksa mendekam di dalam sel setelah dituduh mencuri uang.
Laminah terpaksa menerima kenyataan pahit
itu, dan harus rela hidup sendirian tanpa saudaranya. Apalagi ia kembali
terusik oleh Darwis, temannya dulu ketika masih bekerja di toko Roti.
Laminah hampir diperkosa oleh Darwis
laki-laki yang tidak punya perasaan tersebut. Ia tidak tahan lagi akan
kehidupan pahit yang sering dialaminya. Pada akhirnya ia memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya dengan melompat dari tebing curam ke lautan luas.
Sementara Mansur akhirnya keluar dari
penjara, setelah beberapa lama mendekam disana. Mansur akhirnya bisa merasakan
kembali udara segar kota Bengkulu. Tak lama
sesudah itu, kabar mengenai
kematian adiknya pun terdengar olehnya.
Sekarang Mansur hanya hidup sendiri setelah
ditinggal mati ibu, ayah dan adiknya. Ia berusaha tetap tabah mengahadapi
kenyataan tersebut. Sampai akhirnya malapetaka pun datang.
Pikiran dan perasaan Mansur makin tertekan
karena terlalu banyak memikirkan kehidupan yang baginya semakin kejam dan
menyiksa. Badannya menjadi lemah tidak bertenaga, sampai akhirnya ketika sedang
berlayar ia jatuh pingsan dan tenggelam ke lautan. Jenazahnya tidak diketemukan
dan menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar